Ketahuilah
setan akan senantiasa menggoda manusia untuk merusak amal shalihnya. Dengan
demikian, seorang mukmin akan senantiasa berjihad dengan musuhnya, iblis sampai
dia menemui Rabb-nya di atas keimanan kepada-Nya dan keikhlasan di setiap amal
yang dikerjakannya. Di antara faktor yang dapat mendorong seorang untuk berlaku
ikhlas adalah sebagai berikut,
- Berdo'a
Hidayah
berada di tangan Allah dan hati para hamba berada di antara dua jari Allah, Dia
membolak-balikkannya sesuai kehendak-Nya. Oleh karena itu, mohonlah
perlindungan kepada-Nya, Dzat yang ditangan-Nya-lah hidayah berada,
tampakkanlah hajat dan kefakiranmu kepada-Nya. mintalah selalu kepada-Nya agar
Dia memberikan keikhlasan kepadamu. Do'a yang sering dipanjatkan oleh Umar
ibnul Khaththab radhiallahu 'anhu adalah do'a berikut,
اللَّهُمَّ اجْعَلْ عَمَلِي كُلَّهَا صَالِحًا,
وَاجْعَلْهُ لِوَجْهِكَ خَالِصًا, وَ لَا تَجْعَلْ لِأَحَدٍ فِيْهِ شَيْئًا
Ya
Allah, jadikanlah seluruh amalku sebagai amal yang shalih, Ikhlas karena
mengharap Wajah-Mu, dan janganlah jadikan di dalam amalku bagian untuk
siapapun.
- Menyembunyikan Amal
Amal
yang tersembunyi-dengan syarat memang amal tersebut patut disembunyikan-, lebih
layak diterima di sisi-Nya dan hal tersebut merupakan indikasi kuat bahwa amal
tersebut dikerjakan dengan ikhlas.
Seorang
mukhlis yang jujur senang menyembunyikan berbagai kebaikannya sebagaimana dia
suka apabila keburukannya tidak terkuak. Hal ini sebagaimana diutarakan oleh
nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ فِى
ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ: الإِمَامُ الْعَادِلُ ، وَشَابٌّ نَشَأَ
فِى عِبَادَةِ رَبِّهِ ، وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِى الْمَسَاجِدِ ،
وَرَجُلاَنِ تَحَابَّا فِى اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ ،
وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّى أَخَافُ
اللَّهَ . وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى حَتَّى لاَ تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ
يَمِينُهُ ، وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ
Ada
tujuh golongan yang akan dinaungi Allah ta'ala dalam naungan-Nya pada hari di
mana tidak ada naungan selain naungan-Nya. Mereka adalah seorang pemimpin yang
adil; seorang pemuda yang tumbuh dalam ketaatan kepada Allah; seorang pria yang
hatinya senantiasa terpaut dengan masjid; dua orang yang saling mencintai
karena Allah, mereka berkumpul dan berpisah di atas kecintaan kepada-Nya;
seorang pria yang diajak (berbuat tidak senonoh) oleh seorang wanita yang
cantik, namun pria tersebut mengatakan, "Sesungguhnya saya takut kepada
Allah"; seorang pria yang bersedekah kemudian dia menyembunyikannya
sehingga tangan kirinya tidak tahu apa yang telah disedekahkan oleh tangan
kanannya; seorang pria yang mengingat Allah dalam keadaan sunyi dan air matanya
berlinang. (Muttafaqun 'alaihi).
Bisyr
ibnul Harits mengatakan, "Janganlah engkau beramal untuk diingat.
Sembunyikanlah kebaikan sebagaimana engkau menyembunyikan keburukan.
Shalat
nafilah yang dikerjakan pada malam hari lebih utama daripada shalat sunnah pada
siang hari, demikian pula beristighfar di waktu sahur daripada waktu selainnya,
dikarenakan pada saat itu merupakan waktu yang lebih mendukung untuk
menyembunyikan dan mengikhlaskan amal."
- Melihat Amal Orang Shalih yang Berada di Atasmu
Janganlah
anda memperhatikan amalan orang yang sezaman denganmu, yaitu orang yang berada
di bawahmu dalam hal berbuat kebaikan. Perhatikan dan jadikanlah para nabi dan
orang shalih terdahulu sebagai panutan anda. Allah ta'ala berfirman,
أُولَئِكَ الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ
فَبِهُدَاهُمُ اقْتَدِهِ قُلْ لا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِنْ هُوَ إِلا
ذِكْرَى لِلْعَالَمِينَ (٩٠)
"Mereka
Itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, Maka ikutilah
petunjuk mereka. Katakanlah: "Aku tidak meminta upah kepadamu dalam
menyampaikan (Al-Quran). Al-Quran itu tidak lain hanyalah peringatan untuk
seluruh umat." (Al An'am: 90).
Bacalah
biografi para ulama, ahli ibadah, dan zuhhad (orang yang zuhud), karena hal itu
lebih mampu untuk menambah keimanan di dalam hati.
- Menganggap Remeh Amal
Penyakit
yang sering melanda hamba adalah ridha (puas) dengan dirinya. Setiap orang yang
memandang dirinya sendiri dengan pandangan ridha, maka hal itu akan
membinasakannya. Setiap orang yang ujub akan amal yang telah dikerjakannya,
maka keikhlasan sangat sedikit menyertai amalannya, atau bahkan tidak ada sama
sekali keikhlasan dalam amalnya, dan bisa jadi amal shalih yang telah
dikerjakan tidak bernilai.
Sa'id
bin Jubair mengatakan, "Seorang bisa masuk surga berkat dosanya
dan seorang bisa masuk neraka berkat kebaikannya. Maka ada yang bertanya,
"Bagaimana hal itu bisa terjadi?" Sa'id menjawab, "Pria tadi
mengerjakan kemaksiatan namun dirinya senantiasa takut akan siksa Allah atas
dosa yang telah dikerjakannya, sehingga tatkala bertemu Allah, Dia
mengampuninya dikarenakan rasa takutnya kepada Allah. Pria yang lain
mengerjakan suatu kebaikan, namun dia senantiasa ujub (bangga) dengan amalnya
tersebut, sehingga tatkala bertemu Allah, dia pun dimasukkan ke dalam neraka
Allah."
- Khawatir Amal Tidak Diterima
Anggaplah
remeh setiap amal shalih yang telah anda perbuat. Apabila anda telah
mengerjakannya, tanamkanlah rasa takut, khawatir jika amal tersebut tidak
diterima. Diantara do'a yang dipanjatkan para salaf adalah,
اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْعَمَلَ
الصَّالِحَ وَ حِفْظَهُ
"Ya
Allah kami memohon kepada-Mu amal yang shalih dan senantiasa terpelihara."
Di
antara bentuk keterpeliharaan amal shalih adalah amal tersebut tidak disertai
dengan rasa ujub dan bangga dengan amal tersebut, namun justru amal shalih
terpelihara dengan adanya rasa takut dalam diri seorang bahwa amal yang telah
dikerjakannya tidak serta merta diterima oleh-Nya. Allah ta'ala
berfirman,
وَلا تَكُونُوا كَالَّتِي نَقَضَتْ
غَزْلَهَا مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ أَنْكَاثًا تَتَّخِذُونَ أَيْمَانَكُمْ دَخَلا
بَيْنَكُمْ أَنْ تَكُونَ أُمَّةٌ هِيَ أَرْبَى مِنْ أُمَّةٍ إِنَّمَا يَبْلُوكُمُ
اللَّهُ بِهِ وَلَيُبَيِّنَنَّ لَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَا كُنْتُمْ فِيهِ
تَخْتَلِفُونَ (٩٢)
"Dan
janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah
dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan sumpah
(perjanjian) mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu
golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Sesungguhnya
Allah hanya menguji kamu dengan hal itu. dan Sesungguhnya di hari kiamat akan
dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu." (An Nahl: 92).
Ibnu
Katsir mengatakan, "Mereka menunaikan sedekah, namun hati mereka takut dan
khawatir, bahwa amalan mereka tidak diterima di sisi-Nya. mereka takut karena
(sadar) mereka tidak menunaikan syarat-syaratnya secara sempurna. Imam Ahmad
dan Tirmidzi telah meriwayatkan hadits dari Ummul Mukminin, 'Aisyah radhiallahu
'anhu. Dia bertanya kepada rasulullah, "Wahai rasulullah, mengenai
ayat,
وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا
وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ (٦٠)
"Dan
orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang
takut, (karena mereka tahu bahwa) Sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan
mereka." (Al
Mukminun: 60).
Apakah
mereka yang tersebut dalam ayat itu adalah orang-orang yang melakukan tindak
pencurian, perzinaan, dan meminum khamr, karena mereka takut kepada Allah (atas
kemaksiatan yang telah dikerjakannya)? Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
pun menjawab, "Bukan, wahai putri ash Shiddiq. Akan tetapi, mereka adalah
orang yang menunaikan shalat, puasa, dan sedekah, namun mereka khawatir apabila
amalan tersebut tidak diterima oleh-Nya." Keikhlasan memerlukan mujadahah
(perjuangan) yang dilakukan sebelum, ketika, dan setelah beramal].
- Tidak Terpengaruh Perkataan Manusia atas Amalan yang Telah Dikerjakan
Seorang
yang diberi taufik oleh Allah ta'ala tidaklah terpengaruh oleh pujian
manusia apabila mereka memujinya atas kebaikan yang telah dilakukannya. Apabila
dia mengerjakan ketaatan, maka pujian yang dilontarkan oleh manusia hanya akan
menambah ketawadhu'an dan rasa takut kepada Allah. Dia yakin bahwa pujian
manusia kepada dirinya merupakan fitnah baginya, sehingga dia pun berdo'a
kepada Allah ta'ala agar menyelamatkan dirinya dari fitnah tersebut. Dia
tahu bahwa hanya Allah semata, yang pujian-Nya bermanfaat dan celaan-Nya semata
yang mampu memudharatkan hamba.
Dia
menempatkan manusia layaknya penghuni kubur yang tidak mampu memberikan manfaat
kepada dirinya dan tidak mampu menolak bahaya dari dirinya. Ibnul Jauzi
mengatakan,
أَنْ تَرَكَ النَّظْرِ إِلَى الْخَلْقِ
وَ مَحْوَ الْجَاهِ مِنْ قُلُوْبِهِمْ باِلْعَمَلِ وَ إِخْلاَصَ اْلقَصْدِ وَ سَتْرَ
الْحَالِ هُوَ الَّذِي رَفْعٌ مِنْ رَفْعٍ
["Meninggalkan
perhatian makhluk dan tidak mencari-cari kedudukan di hati mereka dengan
beramal shalih, mengikhlaskan niat, dan menyembunyikan amal merupakan faktor
yang mampu meninggikan derajat orang yang mulia."][1]
- Sadar bahwa Manusia Bukanlah Pemilik Surga dan Neraka
Apabila
hamba mengetahui manusia yang menjadi faktor pendorong untuk melakukan riya
akan berdiri bersamanya di padang Mahsyar dalam keadaan takut dan telanjang,
dia akan mengetahui bahwasanya memalingkan niat ketika beramal kepada mereka
tidaklah akan mampu meringankan kesulitan yang dialaminya di padang Mahsyar.
Bahkan mereka akan mengalami kesempitan yang sama dengan dirinya.
Apabila
anda telah mengetahui hal itu, niscaya anda akan mengetahui bahwa mengikhlaskan
amal adalah benar adanya, tidak sepatutnya amalan ditujukan kecuali kepada Dzat
yang memiliki surga dan neraka.
Oleh
karena itu, seorang mukmin wajib meyakini bahwa manusia tidaklah memiliki surga
sehingga mereka mampu memasukkan anda ke dalamnya. Demikian pula, mereka
tidaklah mampu untuk mengeluarkan anda dari neraka apabila anda meminta mereka
untuk mengeluarkan anda. Bahkan apabila seluruh umat manusia, dari nabi Adam
hingga yang terakhir, berkumpul dan berdiri di belakang anda, mereka tidaklah
mampu untuk menggiring anda ke dalam surga meski selangkah. Dengan demikian,
mengapa anda mesti riya di hadapan mereka, padahal mereka tidak mampu
memberikan apapun kepada anda?
Ibnu
Rajab mengatakan,
من صلَّى وصامَ وذكرَ اللهَ يقصدُ
بذلك عَرَضَ الدُّنيا فإنه لا خيَر له فيه بالكُلِيَّةِ لأنه لاتقعُ في ذلك لصاحبهِ
لما يَتَرَتَّبُ عليهِ من الإثمِ فيه ولا لغيرهِ
"Barangsiapa
yang berpuasa, shalat, dan berzikir kepada Allah demi tujuan duniawi, maka
amalan itu tidak mendatangkan kebaikan baginya sama sekali. Seluruh amal
tersebut tidak bermanfaat bagi pelakunya dikarenakan mengandung dosa (riya),
dan (tentunya amalan itu) tidak bermanfaat bagi orang lain."[2]
Kemudian,
anda tidak akan mampu memperoleh keinginan anda dari manusia yang menjadi
tujuan riya yang telah anda lakukan, yaitu agar mereka memuji anda. Bahkan
mereka akan mencela anda, menyebarkan keburukan anda di tengah-tengah mereka,
dan tumbuhlah kebencian di hati mereka kepada anda. Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda,
من يُرَاءِ يَرَاءُ اللهُ بهِ
"Barangsiapa
yang berbuat riya, maka Allah akan menyingkap niat busuknya itu di hadapan
manusia" (HR.
Muslim).
Demikianlah
akibat orang yang riya. Namun, apabila anda mengikhlaskan amal kepada-Nya,
niscaya Allah dan makhluk akan mencintaimu. Allah ta'ala berfirman,
إِنَّ
الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ سَيَجْعَلُ لَهُمُ الرَّحْمَنُ وُدًّا
(٩٦)
"Sesungguhnya
orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah yang Maha Pemurah akan
menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang (kecintaan)" (Maryam: 96).
- Ingatlah Anda Sendirian di Dalam Kubur
Jiwa
akan merasa tenang dengan mengingat perjalanan yang akan dilaluinya di akhirat.
Apabila hamba meyakini bahwa dirinya akan dimasukkan ke dalam liang lahat
sendiri, tanpa seorang pun menemani, dan tidak ada yang bermanfaat bagi dirinya
selain amal shalih, dan dia yakin bahwa seluruh manusia, tidak akan mampu
menghilangkan sedikit pun, azab kubur yang diderita, maka dengan demikian hamba
akan menyakini bahwa tidak ada yang mampu menyelamatkannya melainkan
mengkihlaskan amal kepada Sang Pencipta semata. Ibnul Qayyim mengatakan,
صدقُ
التأَهبِ لِلِقاءِ الله من أنفعِ ما للعبدِ وأَبلغَهُ في حصولِ استقامتهِ فإنَّ من استعدَّ للقاءِ اللهِ انقطعَ قلبه ُعن
الدنيا وما فيها ومَطالِبِها
["Persiapan
yang benar untuk bertemu dengan Allah merupakan salah satu faktor yang paling
bermanfaat dan paling ampuh bgi hamba untuk merealisasikan keistiqamahan diri.
Karena setiap orang yang mengadakan persiapan untuk bertemu dengan-Nya, hatinya
akan terputus dari dunia dan segala isinya."][3]
Diterjemahkan
dari Khutuwaat ilas Sa'adah karya Dr. Abdul Muhsin Al Qasim (Imam dan
Khatib Masjid Nabawi serta Hakim di Pengadilan Umum).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar